JAKARTA – Lima tahun sudah Veni Yolanda memulai sebuah bisnis. Bermodal gawai, dia menjual pelbagai barang konsumsi lewat dagang elektronik.
Bisnis Veni terbilang sederhana. Dia hanya menjadi reseller dari beberapa agen penjualan. Barangnya beragam mulai dari pakaian wanita sampai sepatu pria.
Istilah reseller menunjuk pada orang yang menjual kembali barang dagangan dari supplier kepada pembeli. Umumnya mereka terlebih dulu menyetok barang dari supplier sebelum menjualnya lagi.
Veni tak muluk-muluk saat memulai bisnis melalui e-commerce atau dagang-el. Niatnya hanya memberi tambahan pemasukan bagi keluarga di kampung halaman.
“Keuntungannya langsung saya kirim ke kampung, ke orang tua. Cukup membantu kebutuhan orang tua saya,” ceritanya kepada Bisnis di pengujung Oktober.
Setahun pertama, perempuan yang berprofesi sebagai perawat di Rumah Sakit Persahabatan itu tak menemukan kemajuan dari bisnisnya. Tahun berikutnya, perlahan namun pasti cuan mulai merapat kepadanya.
Dari usaha ini Veni memperoleh keuntungan puluhan juta rupiah per tahun. Jumlah ini menurutnya cukup untuk mengurangi beban ekonomi keluarga.
“Setahun pertama sepi pembeli, tahun berikutnya baru mulai ramai. Pembeli bisa dari Surabaya, Padang, Aceh, Riau sampai Jambi,” kisah Veni.
Senada, Nurul Fajri warga Banda Aceh turut memanfaatkan dagang-el untuk menjangkau calon pembeli dari wilayah mana pun. Apalagi sejumlah platform memberi potongan pada biaya pengiriman barang.
Bisnisnya dimulai dengan menjual selempang produksi sendiri pada 2016. Saat itu belum banyak penjual barang serupa di daerahnya. Alhasil Nurul mudah mendapat pelanggan. Pun begitu, usaha ini tetap butuh waktu.
Sukses dengan selempang, Nurul mengembangkan produk yang dijual, seperti kado wisuda dan handuk bordir untuk kebutuhan antaran pernikahan.
Sebelum merambah dagang-el, Nurul sudah membangun brand lewat akun media sosial miliknya bernama Bungongjaroe. Baik e-commerce maupun media sosial turut mendukung usahanya kian meroket.
“Kalo e-commerce gitu kan trafiknya sudah ada. Kalau Instagram lebih kepada membangun branding atau untuk katalog,” ujarnya.
Di samping itu, Nurul menyasar konsumen dari daerahnya lewat unggahan di media sosial. Sementara e-commerce jadi jembatan dirinya berhubungan dengan pembeli di daerah lain.
“Mungkin karena ongkos kirim mahal sekali saat ini. Kan kalau pakai e-commerce ada potongan [harganya],” tuturnya.
Meski berbeda strategi, Nurul dan Veni sama-sama pengguna platform dagang elektonik.
Tak dipungkiri, selama ini, e-commerce menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.
Yolanda Nainggolan, Head of PR Blibli.com menjelaskan bahwa e-commerce turut memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Situasi ini dapat dilihat dari berbagai sisi.
Dia merujuk pada penelitian Bank Morgan Stanley yang menunjukkan 8 persen dari jumlah total penjualan ritel di Indonesia pada 2018 berasal dari penjualan di platform e-commerce.
Nilai ini diperkirakan bertambah menjadi 18 persen pada 2023. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pasar e-commerce di Indonesia pada 2018 mencapai US$13 miliar, dengan rate pertumbuhan 50 persen dalam dua tahun belakangan.
Faktor lain yaitu adanya 195 juta pengguna smartphone di Indonesia, dan 30 juta pembelanja di e-commerce dalam dua tahun terakhir.
“Kedua faktor ini membuat kami yakin akan menjadi daya dorong kontribusi e-commerce terhadap industri ritel secara keseluruhan yang akan berdampak ke pertumbuhan ekonomi Tanah Air,” sebutnya.
Melalui platform setidaknya 75.000 merchant telah bergabung dengan Blibli termasuk 54 toko resmi yang tersebar pada 16 kategori produk. Salah satunya Galeri Indonesia yang dikhususkan untuk produk UMKM lokal serta creativepreneur dalam negeri.
“Total jumlah UMKM yang terdaftar di Galeri Indonesia ada sekitar 10.000 mitra merchant dan pada pertengahan tahun 2019, Blibli.com mengalami kenaikan jumlah merchant UMKM sebesar 250 persen dibandingkan pertengahan tahun 2018,” terangnya.
Berdasarkan kajian Kementerian Keuangan pada 2019, meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari peran usaha UMKM. Khususnya kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kontribusi UMKM terhadap PDB nasional mencapai sekitar 60,34 persen pada 2018. Secara jumlah, usaha kecil di Indonesia menyumbang PDB lebih banyak, yakni mencapai 93,4 persen, kemudian usaha menengah 5,1 persen, dan usaha besar hanya 1 persen.
Kontribusi besar itu salah satunya turut didukung oleh keberadaan pebisnis kecil seperti Veni dan Nurul. Keduanya ikut merasakan tuah platfotm e-commerce.